Kamis, 24 November 2011

Tutup Buku

Masa-masanya sudah lewat..
Seperti sebuah cerita yang sudah tamat dan bukunya sudah di tutup.
Mungkin cukup bagi takdir untuk merangkaikan cerita itu sepanjang 1 tahun lebih 2 bulan ini.
Ternyata porsinya Cuma segitu. Takdir sudah kehabisan lembarannya dan bahkan aku tidak mempunyai selembarpun untuk menuliskan kalimat penutup atau sekedar coretan perpisahan.
Maka biarkan aku menuliskannya disini...

Mungkin sesuatu yang terlambat untuk aku mengungkap apa yang mestinya sudah dikubur itu. Tapi seperti mendapati kematian seseorang yang sangat dicintai, terkadang aku berharap ia akan hidup lagi. Maka kuhabiskan berhari-hari dan bermalam-malam tidak tidur hanya untuk menungguinya terbangun, berdoa dan menatap harap agar suatu keajaiban akan terjadi. Tapi ternyata itu terlalu mustahil. Dan memang mustahil. Aku tak perlu menyalahi siapapun atas semua ini. Dalam kelelahanku itu, Aku hanya cukup melapangkan hati untuk menerima kenyataan, menambahkan bertabung-tabung oksigen dalam aliran darah yang memompa ke jantung agar aku tidak mati sesak. cukup bagiku ku untuk melakoni diri sebagai seseorang yang melankolis dramatis akhir-akhir ini. Cukup bagiku menumpahkan berliter-liter kesedihan dalam catatan-catatan rahasia. Cukup bagiku mengharapkan mimpi yang sudah menjadi nyata, nyata bahwa ia tidak terwujud. Cukup dan benar-benar cukup. Menjadi sentimentil memang bukan aku. Tapi aku rasa aku perlu melakoni itu dulu agar mampu menguras habis sisa-sisa asa yang ku punya agar ketika ia sudah benar-benar habis aku pun bisa menjadi diriku yang normal seperti sediakala. Menerima kenyataan dengan ikhlas tanpa ada sedu sedan lagi.

Aku sama sekali tidak menginginkan hal ini akan terjadi. Sungguh…
Tapi memang sudah menjadi tabiat manusia sering terlupa, maka akupun sering terlupa.
Terlupa bahwa aku pernah berjanji dalam hati di tempat yang paling tersembunyi bahwa apapun yang terjadi, sia-sia rasanya bagiku untuk mencoba melepaskan diri. Maka aku tidak akan pernah ingin mencoba pergi lagi, Karena aku tidak bisa dan memang tidak akan pernah bisa. Pelajarannya sudah berulang-ulang dan ini tentu bukan yang kali pertama. Karena sebelum-sebelumnya pun bahkan sudah terlalu sering seperti ini. Tapi Aku rasa hidup sudah sampai pada ambang batas toleransinya untuk memaklumi kecacatanku itu sebagi pelupa berat dan tidak sadar-sadar. Maka kini aku harus menerima hukuman atas kelalaianku.
Kelalaianku untuk menjadi lupa dan melakukan kebodohan -kebodohan yang sama berulang-ulang dan terus berulang-ulang entah sampai kapan.  Dan pada akhirnya, ia pun mungkin sudah sangat lelah mengahadapi aku, sikapku. Hingga kini benar-benar tidak menoleh lagi

Ternyata cukup sulit untuk menjadi orang yang bisa di cintai olehnya, aku bahkan tak boleh membawa masuk kecacatanku jika aku ingin tetap tinggal bersama-sama dengan nya. Aku seperti dituntut untuk menjadi sempurna. Entahlah…
Sesuatu yang harus aku sadari bahwa ternyata  mendapati seseorang yang bisa menerima ku apa adanya ternyata masih mimpi…aku pikir aku sudah menemukannya dan itu adalah dia. Aku pikir aku sudah sampai pada perjalanan hatiku, dan aku ingin tetap tinggal disitu selama-lamanya. Tak peduli pada kesempatan di depan sana yang mungkin jauh lebih baik. Tapi ternyata…
Sudahlah, aku tidak ingin mengulang-ngulang skenario yang miris itu dalam ingatanku dan larut lagi larut lagi.

Dear ...
Mungkin setelah ini, kamu akan bisa dengan mudah melupakan aku yang memang akhirnya kamu sadari bahwa aku bukanlah apa-apa…hanyalah membuang-buang waktu untuk mencintaiku atau belajar mengerti keanehanku. kelabilanku.
Setelah itu kamu akan benar-benar pergi, dan mencari-cari sosok baru yang lebih pantas untuk kamu cintai dan tentunya tidak serumit dan sepayah aku…
Sama seperti kamu menemukan ku dulu, maka kamu pun dapat dengan mudah dan segera menemukan yang baru lagi ketika kamu ingin untuk memulainya kembali..
Dan aku?
Tinggallah aku sendiri..
Aku tidak memilih melakukan hal serupa denganmu, karena memang aku tidak mampu.
Aku memposisikan diriku sebagai benda temuan dan bukan sebagai pencari harta karun
Aku tidak tahu sampai berapa lama aku akan teronggok sepi sampai nanti ada yang menemukan aku, sama seperti  kamu menemukan aku dulu,,,
Aku tidak akan mencari dan biarlah aku hanya berteman dengan sepi dan bergelut dengan luka yang ditingalkan penorehnya..dan mungkin menanti kedatangan seseorang yang bisa membantuku menyembuhkannya..
Tapi sama sepertimu, mungkin orang yang akan datang itu hanya akan membantu sebentar lantas meninggalkanku dengan torehan baru…dan begitu berulang-ulang..entah sampai kapan..
Mungkin sampai aku menjadi benar-benar yakin bahwa hidup memang seperti itu…
Aah..aku lelah..sungguh lelah sekali..aku lelah menatap masa depan yang seperti itu, bahkan membayangkannya saja aku  tak sanggup. aku ingin memutus lingkaran setan itu..karena hidup ini terlalu singkat untuk siklus perih yang berulang-ulang seperti itu. Dan aku yakin kamu pun tentu tidak mau seperti itu bukan? Jadi apa tidak lebih baik kita merenovasi rekonstruksi bangunan yang selama ini sudah kita bangun berpayah-payah dari pada harus menghancurkannya dan membangunnya kembali dengan orang lain yang tidak menjamin bahwa bangunan baru itupun tidak akan bernasib sama. Apa hati kita benar-benar telah kuat untuk mengulang-ulang siklus seperti itu dengan orang yang baru lagi kemudian baru lagi? Akan bertahan sampai kapan? Apa sisa umur ini masih benar-benar panjang untuk menjalankan siklus itu? Dan apakah ada jaminan orang yang akan kita temui nanti akan lebih baik? Siklus yang tidak pernah naik kelas dan menjadi sesuatu yang lebih dari itu. Menjadi abadi setidaknya dalam ukuran kita sebagai manusia.
Hhh..kalau kamu menganggap semua yang aku sampaikan ini adalah sebuah keinginanku untuk memintamu dan aku tetap tinggal dibangunan kita yang sudah rubuh, maka lupakan. Bukan itu maksudku, aku tidak ingin bermimpi. Aku hanya ingin kesalahan ini tidak akan terulang lagi dengan siapapun pasangan kita kelak. Hanya itu..
Dan mengenai bangunan kita, biarlah ia sudah terlanjur menjadi puing-puing…

Mungkin memang benar aku harus mengubur mimpi ku tentang kita di masa depan.  Aku tidak mungkin melanjutkan mimpi ini sendirian. Tapi aku tidak ingin mengubur mimpi ini seperti mengubur mayat yang semakin lama akan semakin hancur dimakan waktu, berulat dan berbelatung. Tidak, aku tidak mau..aku akan menguburnya mungkin lebih tepat menanamnya. Menanam seperti aku menanam biji-bijian..berharap suatu saat ia akan muncul dalam rupa yang menakjubkan dan mataku akan sangat berbinar-binar menyaksikan keajaibannya…

sungguh..Aku sudah berhenti berharap..

Happy 15 month anniversary, sayang..
Semuanya sudah berakhir..
Mari kita rayakan, karena setelah ini:
Tidak akan ada lagi orang yang akan menganiaya mu dengan cubitan-cubitan pedihnya
Tidak akan ada lagi orang yang manyun ketika kamu menyentuh rokokmu dan mengepang rambutmu ketika kamu menghisapnya
Tidak akan ada lagi makhluk bawel yang cerewet pada jadwal makan dan jadwal tidurmu yang berantakan itu..
Dan yang paling penting, tidak akan ada lagi orang yang mengata-ngatai mu dengan panggilan-panggilan gak penting..
Huuftt…
Semoga bahagia tanpa aku dan itu semua





 ternyata gk sampe nenek2 nih...:p

Tidak ada komentar:

Posting Komentar