Masa-masanya sudah
lewat..
Seperti sebuah
cerita yang sudah tamat dan bukunya sudah di tutup.
Mungkin cukup bagi
takdir untuk merangkaikan cerita itu sepanjang 1 tahun lebih 2 bulan ini.
Ternyata porsinya
Cuma segitu. Takdir sudah kehabisan lembarannya dan bahkan aku tidak mempunyai
selembarpun untuk menuliskan kalimat penutup atau sekedar coretan perpisahan.
Maka biarkan aku
menuliskannya disini...
Mungkin sesuatu yang
terlambat untuk aku mengungkap apa yang mestinya sudah dikubur itu. Tapi
seperti mendapati kematian seseorang yang sangat dicintai, terkadang aku
berharap ia akan hidup lagi. Maka kuhabiskan berhari-hari dan bermalam-malam
tidak tidur hanya untuk menungguinya terbangun, berdoa dan menatap harap agar
suatu keajaiban akan terjadi. Tapi ternyata itu terlalu mustahil. Dan memang
mustahil. Aku tak perlu menyalahi siapapun atas semua ini. Dalam kelelahanku
itu, Aku hanya cukup melapangkan hati untuk menerima kenyataan, menambahkan
bertabung-tabung oksigen dalam aliran darah yang memompa ke jantung agar aku
tidak mati sesak. cukup bagiku ku untuk melakoni diri sebagai seseorang yang
melankolis dramatis akhir-akhir ini. Cukup bagiku menumpahkan berliter-liter
kesedihan dalam catatan-catatan rahasia. Cukup bagiku mengharapkan mimpi yang
sudah menjadi nyata, nyata bahwa ia tidak terwujud. Cukup dan benar-benar
cukup. Menjadi sentimentil memang bukan aku. Tapi aku rasa aku perlu melakoni
itu dulu agar mampu menguras habis sisa-sisa asa yang ku punya agar ketika ia
sudah benar-benar habis aku pun bisa menjadi diriku yang normal seperti
sediakala. Menerima kenyataan dengan ikhlas tanpa ada sedu sedan lagi.
Aku sama sekali
tidak menginginkan hal ini akan terjadi. Sungguh…
Tapi memang sudah
menjadi tabiat manusia sering terlupa, maka akupun sering terlupa.
Terlupa bahwa aku
pernah berjanji dalam hati di tempat yang paling tersembunyi bahwa apapun yang
terjadi, sia-sia rasanya bagiku untuk mencoba melepaskan diri. Maka aku tidak
akan pernah ingin mencoba pergi lagi, Karena aku tidak bisa dan memang tidak akan
pernah bisa. Pelajarannya sudah berulang-ulang dan ini tentu bukan yang kali
pertama. Karena sebelum-sebelumnya pun bahkan sudah terlalu sering seperti ini.
Tapi Aku rasa hidup sudah sampai pada ambang batas toleransinya untuk memaklumi
kecacatanku itu sebagi pelupa berat dan tidak sadar-sadar. Maka kini aku harus menerima hukuman atas kelalaianku.
Kelalaianku untuk
menjadi lupa dan melakukan kebodohan -kebodohan yang sama berulang-ulang dan
terus berulang-ulang entah sampai kapan.
Dan pada akhirnya, ia pun mungkin sudah sangat lelah mengahadapi aku,
sikapku. Hingga kini benar-benar tidak menoleh lagi
Ternyata cukup sulit
untuk menjadi orang yang bisa di cintai olehnya, aku bahkan tak boleh membawa
masuk kecacatanku jika aku ingin tetap tinggal bersama-sama dengan nya. Aku
seperti dituntut untuk menjadi sempurna. Entahlah…
Sesuatu yang harus
aku sadari bahwa ternyata mendapati
seseorang yang bisa menerima ku apa adanya ternyata masih mimpi…aku pikir aku
sudah menemukannya dan itu adalah dia. Aku pikir aku sudah sampai pada
perjalanan hatiku, dan aku ingin tetap tinggal disitu selama-lamanya. Tak
peduli pada kesempatan di depan sana yang mungkin jauh lebih baik. Tapi ternyata…
Sudahlah, aku tidak
ingin mengulang-ngulang skenario yang miris itu dalam ingatanku dan larut lagi
larut lagi.
Dear
...
Mungkin
setelah ini, kamu akan bisa dengan mudah melupakan aku yang memang akhirnya
kamu sadari bahwa aku bukanlah apa-apa…hanyalah membuang-buang waktu untuk
mencintaiku atau belajar mengerti keanehanku. kelabilanku.
Setelah
itu kamu akan benar-benar pergi, dan mencari-cari sosok baru yang lebih pantas
untuk kamu cintai dan tentunya tidak serumit dan sepayah aku…
Sama
seperti kamu menemukan ku dulu, maka kamu pun dapat dengan mudah dan segera
menemukan yang baru lagi ketika kamu ingin untuk memulainya kembali..
Dan
aku?
Tinggallah
aku sendiri..
Aku
tidak memilih melakukan hal serupa denganmu, karena memang aku tidak mampu.
Aku
memposisikan diriku sebagai benda temuan dan bukan sebagai pencari harta karun
Aku
tidak tahu sampai berapa lama aku akan teronggok sepi sampai nanti ada yang
menemukan aku, sama seperti kamu
menemukan aku dulu,,,
Aku
tidak akan mencari dan biarlah aku hanya berteman dengan sepi dan bergelut
dengan luka yang ditingalkan penorehnya..dan mungkin menanti kedatangan
seseorang yang bisa membantuku menyembuhkannya..
Tapi
sama sepertimu, mungkin orang yang akan datang itu hanya akan membantu sebentar
lantas meninggalkanku dengan torehan baru…dan begitu berulang-ulang..entah
sampai kapan..
Mungkin
sampai aku menjadi benar-benar yakin bahwa hidup memang seperti itu…
Aah..aku
lelah..sungguh lelah sekali..aku lelah menatap masa depan yang seperti itu,
bahkan membayangkannya saja aku tak
sanggup. aku ingin memutus lingkaran setan itu..karena hidup ini terlalu
singkat untuk siklus perih yang berulang-ulang seperti itu. Dan aku yakin kamu
pun tentu tidak mau seperti itu bukan? Jadi apa tidak lebih baik kita
merenovasi rekonstruksi bangunan yang selama ini sudah kita bangun
berpayah-payah dari pada harus menghancurkannya dan membangunnya kembali dengan
orang lain yang tidak menjamin bahwa bangunan baru itupun tidak akan bernasib
sama. Apa hati kita benar-benar telah kuat untuk mengulang-ulang siklus seperti
itu dengan orang yang baru lagi kemudian baru lagi? Akan bertahan sampai kapan?
Apa sisa umur ini masih benar-benar panjang untuk menjalankan siklus itu? Dan
apakah ada jaminan orang yang akan kita temui nanti akan lebih baik? Siklus
yang tidak pernah naik kelas dan menjadi sesuatu yang lebih dari itu. Menjadi
abadi setidaknya dalam ukuran kita sebagai manusia.
Hhh..kalau
kamu menganggap semua yang aku sampaikan ini adalah sebuah keinginanku untuk
memintamu dan aku tetap tinggal dibangunan kita yang sudah rubuh, maka lupakan.
Bukan itu maksudku, aku tidak ingin bermimpi. Aku hanya ingin kesalahan ini
tidak akan terulang lagi dengan siapapun pasangan kita kelak. Hanya itu..
Dan
mengenai bangunan kita, biarlah ia sudah terlanjur menjadi puing-puing…
Mungkin
memang benar aku harus mengubur mimpi ku tentang kita di masa depan. Aku tidak mungkin melanjutkan mimpi ini
sendirian. Tapi aku tidak ingin mengubur mimpi ini seperti mengubur mayat yang
semakin lama akan semakin hancur dimakan waktu, berulat dan berbelatung. Tidak,
aku tidak mau..aku akan menguburnya mungkin lebih tepat menanamnya. Menanam
seperti aku menanam biji-bijian..berharap suatu saat ia akan muncul dalam rupa
yang menakjubkan dan mataku akan sangat berbinar-binar menyaksikan
keajaibannya…
sungguh..Aku
sudah berhenti berharap..
Semuanya
sudah berakhir..
Mari
kita rayakan, karena setelah ini:
Tidak
akan ada lagi orang yang akan menganiaya mu dengan cubitan-cubitan pedihnya
Tidak
akan ada lagi orang yang manyun ketika kamu menyentuh rokokmu dan mengepang
rambutmu ketika kamu menghisapnya
Tidak
akan ada lagi makhluk bawel yang cerewet pada jadwal makan dan jadwal tidurmu yang berantakan itu..
Dan
yang paling penting, tidak akan ada lagi orang yang mengata-ngatai mu dengan
panggilan-panggilan gak penting..
Huuftt…
Semoga
bahagia tanpa aku dan itu semua
ternyata gk sampe nenek2 nih...:p
Tidak ada komentar:
Posting Komentar